Buku Fiksi Bangsa Atlantis dan Jakarta
Sinopsis
Di kejauhan Antartika, sekitar seratus lima puluh kilometer dari lepas pantai, ditemukan sebuah kapal selam yang diduga merupakan milik Nazi. Kapal tersebut mencuat dari suatu struktur yang terkubur dalam sebongkah gunung es. Para ilmuwan dari Immari gempar, mereka menduga struktur tersebut adalah Kota Atlantis yang hilang.
Di tempat lain, seorang mantan agen CIA, David Vale, mendapat pesan bersandi yang memuat informasi tentang rencana serangan teroris bernama Protokol Toba. Dengan petunjuk itu, ia berangkat ke Jakarta. Bersama organisasi antiteroris tempatnya bekerja sekarang, Menara Jam, ia menyelidikinya. Penyelidikan tersebut membawa David bertemu Kate Warner, ahli genetis brilian yang sedang mencoba mengobati autisme.
Dua dari subjek penelitian Kate diculik oleh Immari. Organisasi itu menduga bahwa Kota Atlantis yang ditemukan itu berisi manusia-manusia Atlantis yang sedang berhibernasi dan menunggu waktu yang tepat untuk terbangun. Satu-satunya jalan keluar untuk mencegah kepunahan umat manusia dari ancaman manusia Atlantis adalah dengan menemukan Gen Atlantis.
Apakah hal itu membuat Jakarta dalam bahaya? Bagaimana kaitan semua itu dengan Kate dan David, begitu pula Protokol Toba? Dan benarkah manusia Atlantis akan terbangun untuk memusnahkan umat manusia?
Highlight
• Novel indie science fiction yang terjual diamazon.com hingga satu juta kopi ke seluruh penjuru dunia.
• Sedang proses difilmkan oleh CBS Films.
• Genre thriller science fiction yang membahas tentang misteri Atlantis, sejarah, dan teori konspirasi banyak diminati pembaca Indonesia.
• Ada latar kota Jakarta sebagai salah satu latar tempat kejadian dalam novel ini.
• Pengemasan antara fakta sejarah, teori konspirasi, aksi, dan fakta sains dikemas dengan apik dan seru
• Sedang proses difilmkan oleh CBS Films.
• Genre thriller science fiction yang membahas tentang misteri Atlantis, sejarah, dan teori konspirasi banyak diminati pembaca Indonesia.
• Ada latar kota Jakarta sebagai salah satu latar tempat kejadian dalam novel ini.
• Pengemasan antara fakta sejarah, teori konspirasi, aksi, dan fakta sains dikemas dengan apik dan seru
The Atlantis Gene (Gen manusia Atlantis)
Judul : The Atlantis Gene (Gen manusia Atlantis)
Pengarang: A.G Riddle
Penerjemah : Ahmad Alkadri
Editor : Merry Riansyah
Pemeriksa Aksara : Abduraafi Adrian
Cetakan: Pertama, Januari 2015
Penerbit: Fantasious
Pengarang: A.G Riddle
Penerjemah : Ahmad Alkadri
Editor : Merry Riansyah
Pemeriksa Aksara : Abduraafi Adrian
Cetakan: Pertama, Januari 2015
Penerbit: Fantasious
“Segala sesuatu ada timbal baliknya, tapi dia percaya pada pekerjaan yang sedang mereka tekuni ini. Tak ada pekerjaan yang sempurna.” (hlm 31)
Sejak penelitian Dokter Santos mengenai lokasi Atlantis yang diperkirakan berada di wilayah kepulauan Indonesia, negara kita seolah menjadi wilayah yang eksotis dan mendapat banyak sorotan. Benar atau tidaknya Atlantis dulu berada di wilayah Nusantara masih diperdebatkan sampai sekarang, namun kontroversi ini kemudian berdampak pada semakin terkenalnya Indonesia sebagai salah satu surga wisata backpacking dunia, dan mungkin, orang-orang luar sana mulai tertarik untuk mengeksplor Indonesia, baik dalam film maupun novel. Dan, The Atlantis Gene adalah salah satunya. Menggunakan ibukota Jakarta sebagai salah satu dari tiga latar utama dalam buku ini, pembaca Indonesia mungkin bisa sedikit berbangga hati karena kini Jakarta tidak lagi diabaikan, bahkan menjadi salah satu lokasi yang paling eksotis dalam sepanjang cerita buku ini.
“Kita menyerang apapun yang kita anggap berbeda, apapun yang tidak kita mengerti.”
Bagian pertama mengambil judul Jakarta Membara (yang menjadi inspirasi sampul novel ini), untuk mengambarkan aksi seru dan menengangkan khas novel thriller barat. Dimulai dari ledakan bom di stasiun kereta api Manggarai dan penculikan dua bocah pendeta autis di sebuah pusat penelitian milik lembaga Immari di Jakarta, David Vale mendapati dirinya telah terjebak dalam sebuah konspirasi skala global yang luar biasa pelik. David sendiri bekerja sebagai agen Menara Jam, sebuah agensi swasta yang menawarkan jasa perlindungan pribadi sekaligus menjalankan perannya sebagai penjaga dunia di balik layar. Namun, kejadian di manggarai membuatnya waspada. Sebagai agen lapangan, dia terbiasa untuk tidak mempercayai apa yang terlihat dan senantiasa mengantisipasi segala kemungkinan. Dua peristiwa di Jakarta itu menyadarkannya bahwa ada sesuatu yang besar telah terjadi. Sebuah konspirasi berusia ribuan tahun tengah menjalankan rencananya, yang semula kawan ternyata lawan.
“Setiap agama, kuno dan baru, di seluruh dunia, memiliki mitos banjir bandang raksasa.”(hlm 292.
David harus melarikan diri dari kejaran musuh-musuhnya, yang sampai saat itu masih belum ketahuan siapa dan apa niatan mereka. Setelah diselamatkan oleh warga setempat, dia memutuskan membalas dendam dengan menyerang tepat ke markas musuhnya yang berada di tepi Teluk Jakarta. Dalam upayanya itu, dia berhasil menyelamatkan Kate, dokter yang menangani kedua anak autis itu, dan keduanya pun tanpa sadar telah memasuki sebuah konspirasi global terkait dengan pencarian benua Atlantis, benua mitos dan dongeng yang konon tenggelam ke bawah lautan dalam waktu satu malam. Apa kaitannya antara autisme dengan Atlantis? Dan mengapa harus di Jakarta? Berbagai misteri terus bermunculan sehingga membuat pembaca sulit untuk berhenti membaca novel ini. Penulis menggunakan teknik menulis yang sama seperti yang digunakan Dan Brown, yakni dengan bab-bab pendek dan sarat aksi. Begitu menegangkan cerita dalam lembar-lembar buku ini sehingga membacanya tidak akan terasa menjemukan. Saya paling suka dengan bagian pertama yang bersetting di Jakarta ini, begitu sarat aksi laga.
The Bell (die Glocke)
sumber: http://fc08.deviantart.net
Bagian kedua mengambil setting di Dataran Tinggi Tibet yang sampai sekarang masih menjadi daerah sengketa dan sarat konflik. Dalam biara-biaranya yang terisolir, David dan Kate mencoba mengungkap sebuah buku harian yang akan mengungkap semua sejarah tentang upaya pencarian Atlantis. Di bagian ini, pembaca juga akan diperkenalkan pada perangkat Lonceng, sebuah senjata rahasia yang konon pernah dimiliki oleh pasukan nazi. Lonceng ini mampu mengeluarkan getaran dengan intensitas yang sangat kuat, begitu kuatnya sehingga bisa membuat darah seseorang meledak. Selain itu, Lonceng juga menyebarkan sejenis wabah misterius yang belum pernah ada obatnya. Flu Spanyol yang pernah merebak pertengahan abad ke-20 juga konon disebabkan oleh bergetarnya lonceng ini. Lonceng pertama di temukan di sebuah pusat riset milik Immari di Tiongkok, dan mereka telah menggunakannya sebagai bahan percobaan baik terhadap binatang maupun manusia.
“… bahwa manusia tidaklah sempurna, manusia bukanlah dewa, dan hidup dalam kesederhanaan adalah jalan untuk menjadi manusia yang sesungguhnya.” (hlm 293)
Di Tibet, David dan Kate berhasil menemukan tujuan Immari, dan bersama mereka dalah para biksu Tibet yang selama ini sibuk menyembunyikan diri dari dunia. Merekalah pewaris Atlantis yang masih tersia. Konon, setelah banjir besar yang menenggelamkan Atlantis, orang-orang yang selamat mengungsi ke puncak-puncak gunung yang tinggi untuk kemudian membangun kehidupan di sana. Mereka adalah para Immaru, antitesa dari kaum Immari. Bagian kedua ini agak membosankan bagi saya, karena dipenuhi oleh pembacaan jurnal yang ternyata sangat panjang dan detail. Dari bagian awal yang sarat aksi, menyambung ke bagian kedua yang isinya dikuasai oleh aktivitas membaca diari orang lain, sempat membuat saya berlambat-lambat dalam membaca buku ini. Namun, diarinya memang sangat rinci dan nanti akan terbukti di belakang bahwa pembacaan diari itu tidak akan sia-sia.
Bagian ketiga, kita diajak menuju Makam Atlantis, yang pintu gerbangnya ada di sebuah tempat yang selama ini dianggap sebagai pintu gerbang menuju Atlantis, yakni Gilbraltar. Tanjung yang ditandai dengan bubungan batu cadas menjulang ini sering disebut sebagai Pilar Herkules dan merupakan salah satu lokasi benua Atlantis yang paling populer. Sebuah struktur rahasia tersembunyi tepat di bawah teluknya, digali langsung dengan pendanaan tak terbatas oleh Immari. Proyek Gilbraltar inilah yang pengerjaannya dituliskan dalam jurnal yang dibaca oleh David dan Kate di Tibet. Kejutan lain menanti, lokasi kedua ini juga dilindungi oleh senjata Lonceng yang kedua, yang akibat penerebosan oleh Immari pada era PD 2 telah menyebabkan timbulnya wabah Flu Spanyol yang merenggut jutaan nyawa. Posisi Gilbraltal sendiri memang berada di ujung selatan negara Spanyol sehingga negara inilah yang paling terkena dampaknya.
Dari Spanyol, petualangan berlanjut ke benua beku, Antartika. Riddle memang mengambil setting yang tidak biasa dalam buku ini. Setelah Jakarta, Tibet, Perbatasan Tiongkok, Gilbraltar, dan India; dia kemudian mengajak pembaca menuju Antartika. Pemandangan dan petualangan eksotis inilah yang membuat novel ini segar karena sejenak mengalihkan kita dari setting Amerika Serikat atau Eropa yang selama ini terlalu sering digunakan dalam cerita. Pada akhirnya, semua teka-teki tentang Atlantis akan terjawab di sini. Apa sebenarnya Lonceng itu dan mengapa ada beberapa orang (salah satunya Kate) yang tidak terpengaruh oleh getarannya? Juga, tentang Protokol Toba, apa yang sebenarnya hendak direncanakan oleh Immari terhadap peradaban dunia yang modern? A.G. Riddle dengan apik mengabungkan antara mitos Atlantis dengan sejarah Perang Dunia, kemudian menghiasinya dengan setting yang eksotis serta alur cerita yang bergerak cepat, dengan kejutan yang menanti pembaca di setiap halaman.
“Agama adalah upaya putus asa leluhur kita guna memahami dunia kita dan masa lalu … Agama juga memberi kita sesuatu yang lebih: norma kehidupan, cetak biru mengenai benar dan salah, pedoman untuk menuntun kehidupan manusia.” (hlm 290)
The Atlantis Gene menghadirkan berbagai pengetahuan baru seputar Atlantis kepada pembaca. Dalam novel tebal ini, berjejalan beragam informasi dan pengetahuan baru yang mungkin baru pertama kali kita dengar, diantaranya mitos Banjir Besar yang ternyata sudah dua kali terjadi di Bumi, tentang bencana Toba yang merupakan letusan gunung terakbar sepanjang usia peradaban manusia Bumi, tentang misteri manusia Atlantis dan kaitannya dengan pesawat alien, tentang gen Adam kromosom Y, tentang misteri punahnya manusia Neanderthal, manusia Devonian, danHomo floresiensis, serta penyebab berkembangnya Homo sapiens, tentang asal muasal manusia pertama, juga tentang sekelumit ilmu bioteknologi dan autisme. Begitu banyak dalam satu novel, dipadukan dengan cerita yang bergerak cepat dan penuh kejutan.
Tidak ada yang sempurna, pun demikian dengan novel Atlantis yang satu ini. Tema pencarian terhadap benua Atlantis adalah tema yang sangat eksotis dalam sebuah novel. Tapi, Atlantis sendiri yang masih bisa disebut sebagai sebuah mitos, menawarkan terlalu sedikit data atau informasi untuk diolah. Alih-alih menggunakan data-data yang sifatnya arkeologis seperti dalam tulisan Dokter Santos, Riddle menggunakan alternatif fiksi ilmiah di novel ini. Dikisahkan, bangsa Atlantis adalah bangsa yang pernah maju di Bumi ini. Peradaban mereka ikut tersapu oleh Banjir Besar yang sudah dua kali menenggelamkan peradaban kuno di Bumi. Lonceng adalah alat temuan mereka, yang digunakan untuk mencegah manusia-manusia yang hendak menyelidiki rahasia teknologi Atlantis. Konsep fiksi ilmiah yang unik sebenarnya, namun sangat kurang dari struktur logika.
- Tentang Lonceng, apa dan bagaimana benda ini dibuat tidak dijelaskan secara detail, atau paling tidak, secara logis. Hanya dikatakan bahwa Lonceng adalah teknologi peninggalan bangsa Atlantis yang mampu membunuh orang-orang non Atlantis. Bahan apa yang digunakan untuk membuatnya, bagaimana cara kerjanya hingga bisa membuat darah manusia meledak, dan darimana sumber dayanya berasal, masih belum dijelaskan secara rinci. Dalam pikiran pembaca, Lonceng menjadi semacam alat yang sifatnya fantasi (berbau sihir) ketimbang teknologi. Padahal ini novel thriller, bukan fantasi, sehingga penjelasannya memang kurang memuaskan menurut saya.
- Masih tentang Lonceng, waktu dikatakan melambat ketika seseorang berada di sekitar Lonceng. Riddle menjelaskan hal itu terkait dengan daya besar yang dibutuhkan oleh Lonceng, sesuatu semacam manipulasi gravitasi yang bisa memperlambat waktu. Sebagaimana kita ketahui, waktu adalah konsep yang abstrak dan terus berjalan maju, mustahil diperlambat. Konsep tentang perjalanan waktu sendiri masih sangat diperdebatkan mengenai mungkin atau tidaknya. Yang selama ini kita ketahui, ada kemungkinan waktu berjalan lebih lambat atau lebih cepat ketika seseorang berada di dimensi lain atau ketika dia sedang menaiki pesawat ruang angkasa yang melampaui kecepatan cahaya. Sering kita jumpai, kisah-kisah tentang mereka yan tersesat di dimensi lain, dan 10 hari di sana ternyata bisa 10 tahun di Bumi. Walahualam. Tapi dalam kasus cerita ini, Lonceng masih berada di Bumi, dan pastinya diperlukan kekuatan yang luar biasa dahsyat untuk bisa membuat alat ini mampu melambatkan sesuatu yang sekokoh waktu. Sayang sekali, penjelasan tentang perlambatan waktu ini dijelaskan sedikit sekali oleh penulis, hanya karena manipulasi gravitasi dan daya yang besar. Masih sulit saya terima secara alur logika.
- Dalam bagian tiga, akan kita jumpai lagi hal yang masih menimbulkan pertanyaan besar tapi tidak dijawab secara memuaskan. Setelah perlambatan waktu, penulis menggunakan elemen fantasi lain dalam novel yang seharusnya thriller-fiksi-ilmiah ini, yakni portal yang memungkinkan seseorang berpindah melewati jarak ribuan kilometer dalam sekejap. Sayang sekali, bagaimana portal ini bekerja tidak dijelaskan secara rinci, seolah penulis melemparkan begitu saja tanggung jawabnya kepada bangsa Atlantis. Mengapa portal ajaib itu bisa ada? Ya, karena itu teknologi bangsa Atlantis yang masih misterius bagi kita. Udah gitu aja. Halah.
Untuk terjemahan, menurut saya tidak ada masalah. Saya bisa tetap menikmati membaca novel ini dengan nyaman dan mengalir. Mungkin hanya beberapa pilihan diksi saja yang menurut saya bisa menggunakan alternatif lain. Salah satunya adalah “grup teroris” (hlm 26) yang sebetulnya lebih enak kalau diganti “kelompok teroris.” Juga, kata Cina yang sebaiknya diganti dengan Tiongkok sesuai dengan undang-undang terbaru karena konsep “Cina” ini memiliki konotasi yang agak negative bagi golongan tertentu. Juga di halaman 70, saya masih bingung dengan apakah itu operatif karier, serta “semur daging sayur” di halaman 188.
Hal yang agak mengganggu kenikmatan membaca buku ini adalah typonya, yang mohon maaf, agak banyak tapi yang tidak terlalu banyak. Ada mungkin 15 atau 20 salah ketik, di antaranya halaman 39 (do Cina, harusnya di Cina), hlm 49 (mentakan dusta, maksudnya apa ya?), hlm 293 (mditasi = meditasi) lalu saya menyerah menghitungnya saat sampai ke hitungan kesebelas atau ketiga belas daripada mengurangi kenikmatan membaca. Hanya salah ketik satu huruf dan jumlahnya saya kira dibawah 20, jadi bisa diabaikan.
Satu lagi dari sisi editing. Untuk penulisan surel (email) sebaiknya menggunakan font yang berbeda. Misalnya pada halaman 114 dan 182. Keduanya adalah cuplikan email yang hurufnya sama persis dengan narasi novel, bahkan posisi tab-nya pun sama dengan paragraph biasa. Bukan masalah besar sih, hanya saja jadi kurang terasa aroma surat elektroniknya. Kalau nggak ngeh, bisa-bisa itu dikira bagian dari narasi atau dialog novel. Paling tidak, paragaf itu bisa dibikin agak menjorok ke dalam kemudian diratakan.
Hal yang sama juga terjadi pada penulisan jurnal di bagian dua. Bagian ini didominasi oleh jurnal milik Patrick Pierce, dan sayangnya bagian dari jurnal itu dicetak dengan font yang sama persis dengan narasi novel, bahkan tab-nya pun tidak menjorok ke dalam. Mungkin, ini dilakukan untuk menghemat halaman sehingga novelnya tidak terlalu tebal. Tapi, sebenarnya bisa diakali dengan font yang lebih kecil, atau spasi yang lebih kecil, tidak harus menjorok ke dalam semuanya. Yang jelas, pembaca bisa membedakan mana yang menjadi bagian jurnal, dan mana yang adalah narasi novel.
Sumber: http://dionyulianto.blogspot.com/2015/02/the-atlantis-gene-gen-manusia-atlantis.html
Konspirasi dalam Atlantis Gene
Di antara banyaknya novel yang mengangkat topik tentang legenda pulau atlantis yang kini menghilang, Atlantis Gene, novel karya penulis pendatang baru A. G. Riddle adalah salah satunya yang telah menarik perhatian pembaca Amerika, hingga menjadi bestselling title di Amazon, terjual lebih dari 1 juta eksemplar! The Atlantis Gene juga adalah novel self-publish kedua yang meraih kesuksesan sebesar itu.
Selain aksi dan fiksi ilmiah, novel ini juga memiliki kisah konspirasi berskala global yang setara —atau bahkan melebihi— karya-karya epik Dan Brown. Dalam menuturkan misteri asal-mula manusia, Atlantis tidak ragu-ragu untuk membawa gagasan-gagasan baru dan menghubungkannya dengan legenda-legenda lama. Nah, Unsur konspirasi yang diceritakan dalam Atlantis.
diantaranya yaitu?
Spoiler for Asal-Mula Manusia:
Sebagaimana nama serial yang dimulai dengan novel ini—Misteri Asal-Mula—Gen Atlantis mengisahkan tentang misteri asal-mula manusia yang disembunyikan selama rapi selama berabad abad. Atlantis menggunakan kacamata genetika untuk menelusuri garis keturunan kita, menuju sesosok Adam yang misterius, dan suku manusia cerdas yang pertama. Kenyataan mengenai asalmuasal Sang Adam dan keturunannya—serta bagaimana mereka mendapatkan kecerdasan mereka —dikupas dengan komprehensif di sini.
Spoiler for Konspirasi Global:
Ada pihak-pihak yang berusaha mencari tahu asal-mula manusia yang sebenarnya, dan ada yang berusaha menyembunyikannya sekuat tenaga. Organisasi-organisasi rahasia dengan skala operasi mendunia beradu kekuatan di sini, dan segalanya—dari Perang Dunia, Nazi, 9/11, hingga konspirasi pembuatan virus cerdas artifisial yang menyebar antara negara-negara—terhubung dengan konflik mereka dalam kisah ini. Siapa saja organisasi dan pihak-pihak yang terlibat? Sejauh mana skala cengkeraman mereka pada dunia?
Spoiler for Senjata Purba Nazi:
Sebagaimana sudah diterangkan sebelumnya, konspirasi global tersebut melibatkan Nazi—dan penemuan besar arkeologi yang terjadi pada awal abad 20. Sebuah senjata purba, berusia puluhan, atau bahkan ratusan ribu tahun, berhasil ditemukan dan memicu rangkaian konflik dan perang yang berkepanjangan. Sebuah senjata bernama Die Glocke, The Bell, atau Sang Lonceng. Apa sebenarnya artifak kuno ini, dari mana asalnya, siapa penciptanya, dan kengerian apa yang dapat ditimbulkannya?
Spoiler for Dewa-Dewi dan Alien:
Salah satu misteri terbesar dalam sejarah manusia adalah kemunculan gambar-gambar yang diyakini sebagai Alien—atau astronot purba—dalam berbagai artifak prasejarah. Banyak kisah dan dongeng-dongeng kuno menggambarkan kedatangan sosok-sosok sakti dari langit yang mengunjungi manusia, membantu kaum-kaum purba untuk tumbuh dan berkembang. Siapakah mereka, kenapa mereka datang, dan—lebih dari itu semua—benarkah mereka benar-benar ada? Dan apa hubungan mereka dengan sebuah gen misterius yang konon ada dalam tubuh setiap manusia yang pernah hidup?
Spoiler for Atlantis:
Kota yang hilang. Beberapa orang mengatakan bahwa kota tersebut tenggelam, ditelan oleh lautan. Beberapa mengatakan bahwa letusan gunung berapi menguburnya. Lebih banyak lagi pihak yang telah mencoba mencarinya, menentukan lokasi kota tersebut. Di mana sebenarnya Atlantis? Di tengah-tengah Samudra Atlantik? Di suatu tempat di benua Asia dan Eropa yang luas? Atau di perairan Hindia yang membentang dari India, Indonesia, hingga Australia? Bahkan, lebih misterius lagi: apakah Atlantis benar-benar sebuah kota? Novel ini membawa kita menjelajahinya, mempelajarinya—dan memperkenalkan kita pada kenyataan Atlantis yang jauh lebih ganjil dari yang kita-kita.
Yang tidak kalah menarik, A. G. Riddle memulai konfliknya dengan latar Jakarta, Indonesia. yang digambarkan dengan cukup bagus. yang diberi judul pada Bagian Pertama: Jakarta Burning. bahkan kini buku ini sedang direncanakan untuk diangkat ke layar lebar.
Baca Hujan
MENGULAS BUKU | BY @ALKADRII
The Atlantis Gene by A. G. Riddle
Pertama-tama, aku mau ngasihtahu kalau novel yang kutulis, Spora, akan segera diterbitkan oleh Moka Media dan saat inisedang diadakan polling untuk memilih sampul mana yang akan dipakai. Kalau mau ikut serta, silakan kasih pilihanmu di sini!
Kedua, akhirnya aku sudah mulai kuliah lagi. Graduate School now. Buat yang sudah ngikutin tulisan-tulisanku sejak lama pasti tahu kalau aku memang ingin kuliah pascasarjana sejak lama. Kebetulan sekali, sesuai dengan targetku sejak semester-semester awal di kuliah S1 dulu,beasiswa double degree yang bisa membawaku untuk kuliah di luar negeri, tahun ini pun dibuka. Aku mendaftar, aku diterima, dan aku sudah mulai kuliah sekarang. Satu-satunya yang tersisa tinggal bagaimana caranya menguasai Bahasa Perancis dalam jangka waktu tujuh bulan sebelum tenggat ujian visa.
Sembari berkuliah, dan menunggu uang beasiswa turun, aku masih bekerja paruh-waktu di banyak tempat. Mengajar Bahasa Inggris di sana-sini, menjadi kuli di banyak tempat, dan di-hire untuk meresensi beberapa naskah. Salah satu naskah novel luar yang kuresensi baru-baru ini adalah The Atlantis Gene, novel karya penulis pendatang baru A. G. Riddle yang telah mengguncangkan dunia perbukuan Amerika saat menjadi bestselling title di Amazon. Setelah Wool, The Atlantis Gene adalah novel self-publish kedua yang meraih kesuksesan sebesar itu–bahkan kini buku ini sedang direncanakan untuk diangkat ke layar lebar.
Awalnya, aku agak ragu-ragu untuk membaca ini. Apa boleh buat, judul dan summary-nya kurang menarik. Pencarian Atlantis? Misteri asal-usul manusia? Dude, bukannya… sudah banyak sekali novel yang mengangkat topik tersebut? Apa yang membedakan novel ini dibandingkan yang lain-lainnya itu? Jawabannya, tak kusangka-sangka, muncul dalam beberapa halaman pertama novel ini, pada judul Bagian Pertama cerita ini yang terpampang besar-besar di tengah-tengah halamannya: Jakarta Burning.
The Story
Kate Warner, seorang ilmuwan asal Amerika Serikat yang sedang menjalankan sebuah penelitian autisme di Jakarta, Indonesia, sedang mengalami berbagai masalah. Risetnya mandek sejak lama, belum ada pencapaian-pencapaian baru, dan dana pun terancam akan ditarik. Singkatnya: dia terancam gagal dalam penelitiannya. Melalui percobaan sembunyi-sembunyi, ia melakukan sesuatu yang membuatnya mendapatkan sebuah penemuan luar biasa: obat untuk autisme.
Namun, apa yang ditemukannya ternyata bukanlah sekedar obat biasa. Lembaga multinasional raksasa yang selama ini membiayai penelitiannya menginginkan hasil penelitiannya tersebut untuk suatu alasan yang misterius.
Di saat bersamaan, seorang agen rahasia bernama David Vale, beroperasi dalam misi anti-terorisme di Jakarta, mendapati suatu petunjuk besar mengenai aksi terorisme global yang akan segera terjadi dan, kemungkinan, dimulai di Indonesia. Sebuah aksi terorisme yang berlabel ‘Toba Protocol.‘ Dan, sial baginya, misi yang ia dapati ternyata tak seperti yang ia duga. Organisasi misterius mencoba melenyapkannya dan menghilangkan segala yang telah ia kerjakan selama ini.
Di tengah-tengah semua misteri tersebut, jalan David dan Kate pun bersimpangan. Mereka bertemu, dan bersama, mereka harus menghadapi bahaya dan ancaman besar yang menyasar mereka. Dari jalanan Jakarta yang ramai, menuju wilayah pemukiman yang lusuh dan padat, hingga jauh ke pegunungan Himalaya dan Kutub Selatan yang membeku, mereka harus memecahkan misteri besar–misteri yang akan mengungkap konspirasi besar yang mengancam dunia, serta teka-teki mengenai asal usul manusia–guna bisa menyelamatkan dunia. Sebuah pertanyaan yang sudah dihadapi dan dicoba dipecahkan oleh ribuan orang sejak jauh di masa lalu: Apa itu Gen Atlantis?
The Writing
Satu kata yang dapat saya berikan untuk gaya narasi dan penulisan Mr. Riddle adalah ini: klasik. Gaya penceritaannya mengingatkan saya pada novel-novel fiksi ilmiah dari pertengahan hingga akhir abad 20: karya-karya Orson Scott Card, Frank Herbert, Isaac Asimov, hingga Arthur C. Clarke. Mengalir, lancar, mulus, dan tertutur, kisah ini disampaikan dengan menyambung, satu adegan diikuti adegan lainnya, satu dialog disambung berikutnya, dan satu titik plot dan aksi dilanjutkan dengan ledakan dan berlari. Ritmenya sangat tinggi, bahkan pada saat adegan-adegannya tidak melibatkan aksi.
Tapi, setelah membacanya, dua kekurangan yang saya dapat katakan untuk novel ini adalah: penokohan dan deskripsi. Mengenai yang pertama, langsung saja saya katakan ini: terlalu banyak tokoh! Dan entah mengapa, setiap tokohnya sepertinya berebut jatah cerita ini. Bahkan satu-dua tokoh figuran pun mendapatkan jatah kisah masa lalu mereka. Tambahkan dengan ritmenya yang tinggi, terutama di bagian-bagian awal dan akhir (yang, celakanya, juga memiliki banyak tokoh baru untuk diperkenalkan), The Atlantis Gene dapat membuat bingung dan frustasi. Dalam hal itu, membaca buku ini akan terasa seperti membaca A Game of Thrones yang sangat kaya dengan karakter: perhatian kita menjadi tercabik-cabik. Jadi bingung. Konflik personal tokoh pun menjadi kurang terasa.
Kekurangan yang kedua adalah mengenai deskripsi. Sama seperti kekurangan yang pertama, masalahnya adalah terlalu banyak deskripsi dalam cerita ini. Dan sialnya, tidak seperti penokohannya, yang mana beberapa dari mereka sebenarnya bisa dilewati, sebagian besar deskripsi dalam cerita ini sungguh-sungguh penting. Penjabaran mengenai genetika manusia di sepertiga bagian awal? Akan disinggung dan signifikan pada sepertiga bagian akhir. Penjabaran mengenai sejarah Eropa di bagian tengah? Terjawab empat puluh halaman kemudian. Flashback dan catatan jurnal mengenai ayah salah satu tokoh utama? Juga penting! Nah lho!
Wall of text menjadi sesuatu yang tak terhindarkan. Dan menjadi kurang rasional, kurang logis, karena sebagian besar penjabaran tersebut dilakukan oleh para tokoh–dan beberapa dari penjabaran itu terasa sangat panjang sampai-sampai mungkin baru bisa selesai diucapkan dalam waktu seperempat jam. Seperti kuliah, bukan? Tanpa jeda pula?
Untungnya, gaya penulisannya yang baik–aku bisa merasakan ritme antar kalimatnya, rimanya, ‘nada’-nya, polanya–membuat sebagian besar wall of text tersebut bisa terbaca dan dimengerti dengan baik. Dalam hal ini, sesungguhnya penjabaran memang merupakan sesuatu yang tak terhindarkan dalam tulisan fiksi ilmiah–terutama jika ceritanya merupakan medium-to-high scifi. Oleh karena itu, aku mengacungkan jempol pada Mr. Riddle–dia telah melakukan bagian penjabaran-penjabaran tersebut dengan baik. Untuk caranya menjabarkan bagian-bagian ilmiah tersebut, bisa kukatakan Mr. Riddle setara dengan para novelis fiksi ilmiah lainnya–seperti Mr. Card, Mr. Asimov, atau Mr. Clarke.
The Closure
Sebagai novel yang menggunakan nama ‘Atlantis’ demikian besar di halaman sampulnya, aku tak mengira novel ini dapat mengejutkanku dengan banyak sekali ide-ide orisinal dan menarik di dalamnya. Latarnya yang dimulai, serta konfliknya yang berhubungan erat dengan Indonesia juga membuatku sangat tertarik. Mr. Riddle menggambarkan suasana Jakarta dengan cukup bagus–meski ada kesalahan di beberapa bagian (a message to all of you foreigners out there: in Indonesia, we’re no longer sitting atop the trains on our way to work. In fact, we’re not allowed to do it at all. Anyone who try to sit on the roof of a train will be arrested. Period. Thank you for your attention).
Selain itu, gaya narasi yang bagus, penggambaran latar yang detil dan sangat visual baik di Jakarta, Himalaya, hingga Antartika, menjadi nilai plus untuk novel ini. Tambahkan dengan konflik yang koheren, misteri yang sungguh-sungguh dapat dipecahkan, dan tiadanya deus ex machina membuat novel ini mampu berdiri dengan baik. Tentu saja, sebagai novel pertama dari serial The Origin Mystery, tidak semua teka-teki yang ada telah terjawab–dan cliffhanger pada ending-nya begitu menusuk dan membuatku ingin membaca kelanjutannya. Sungguh. Sudah lama rasanya tidak menemukan cliffhanger semenarik itu sejak Catching Fire.
Kesimpulannya: very recommended. Rating 4.0/5.0. Silakan dicari dan dibaca!
Data Buku:
- Kategori: Novel
- Judul: The Atlantis Gene
- Penulis: A. G. Riddle
- Penerbit: Modern Mythology
- Tebal: 451 halaman
- Tahun Penerbitan: 2013
- Format: Paperback
- ISBN: 9781940026015
No comments:
Post a Comment